Tax

Tax
Pajak

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Sabtu, 27 Juni 2015

E-Faktur Per 1 Juli 2015

Siap-Siap E-Faktur Per 1 Juli 2015

efaktur1 Pada bulan Juli 2015 mendatang direncanakan program E-FAKTURR ini akan diberlakukan untuk Pengusaha Kena Pajak (PKP) seluruh Jawa dan Bali.  Sedangkan pemberlakukan e-Faktur secara nasional akan secara serentak dimulai pada 1 Juli 2016.
Saat ini seluruh Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar, Kantor Pelayanan Pajak Khusus, Kantor Pelayanan Pajak Madya dan seluruh Kantor  Pelayanan Pajak Pratama di Jawa dan Bali sedang mengadakan sosialisasi e-faktur kepada PKP yang terdaftar di KPP nya, sehingga pada saat  penerapan efaktur per 1 Juli 2015 semua PKP yang diwajibkan e-faktur telah siap melaksanakan.
Untuk menerapkan pembuatan e-faktur ini, Direktorat Jenderal Pajak telah menyediakan aplikasi yang dapat diinstall di perangkat komputer  Pengusaha Kena Pajak dan e-Faktur ini otomatis terhubung ke program e-SPT, sehingga akan memudahkan Pengusaha Kena Pajak dalam membuat  SPT Masa PPN secara elektronik menggunakan program e-SPT.
Tata Cara Pembuatan dan Pelaporan Faktur Pajak Berbentuk Elektronik
Faktur Pajak berbentuk elektronik (e-Faktur) merupakan faktur pajak yang dibuat dengan aplikasi atau sistem elektronik yang ditentukan atau disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Berikut adalah poin-poin signifikan yang terkandung dalam peraturan ini:
Pembuatan Faktur Pajak secara elektronik tersebut diwajibkan bagi semua Pengusaha Kena Pajak kecuali pedagang eceran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 PP No. 1 Tahun 2012, PKP Toko Retail yang transaksi terjadi pada orang pribadi pemegang paspor luar negeri, serta pada transaksi yang bukti pungutan PPN-nya berupa dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak.
  • Kewajiban membuat e-Faktur ini dapat diubah dengan menggunakan Faktur Pajak berbentuk kertas, hanya pada keadaan tertentu saja, yaitu keadaan yang disebabkan oleh peperangan, kerusuhan, revolusi, bencana alam, pemogokan, kebakaran, dan sebab lain di luar kuasa PKP.
  • E-Faktur diwajibkan untuk dilaporkan ke DJP dengan cara mengunggahnya melalui aplikasi yang telah disebutkan di atas. E-Faktur sendiri tidak diwajibkan untuk dicetak.
  • Aplikasi dari DJP tersebut untuk membuat e-Faktur, dilengkapi oleh buku manual yang menjelaskan cara penggunaannya. Pada peraturan ini, tidak dijelaskan cara penggunaan aplikasi, namun menjelaskan informasi apa saja yang harus dicantumkan pada e-Faktur, yang dimana informasi tersebut tidak jauh berbeda dengan yang perlu dicantumkan pada Faktur Pajak berbentuk kertas.
  • Peraturan terkait e-Faktur yang tidak dijelaskan di sini, PKP dapat mengacu pada Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER- 24/PJ/2012.
Bagaimana untuk Mendapatkan Sertifikat Elektronik ?
  1. PKP dapat memperoleh sertifikat elektronik dengan cara mengajukan permohonan ke KPP tempat PKP dikukuhkan dengan menyampaikan “Surat Permintaan Sertifikat Elektronik” dan”Surat Pernyataan Persetujuan Penggunaan Sertifikat Elektronik”, lalu petugas akan memandu prosedur berikutnya.
  2. Surat Permintaan Sertifikat Elektronik dan Surat Pernyataan Persetujuan Penggunaan Sertifikat Elektronik ditandatangan & disampaikan oleh pengurus PKP yang bersangkutansecara langsung ke KPP tempat PKP dikukuhkan.
  3. Penandatanganan & penyampaian permintaan sertifikat elektronik dilakukan sendiri oleh pengurus  & tidak boleh dikuasakan.
  4. Pengurus adalah orang yang nyata-nyata mempunyai wewenang ikut menentukan kebijaksanaan dan/atau mengambil keputusan dalam menjalankan perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang KUP dan Nama Pengurus tercantum di SPT Tahunan PPh Badan tahun pajak sebelum tahun diajukannya surat permintaan tersebut.
  5. Ketika menyampaikan permohonan tersebut, pengurus harus menunjukkan KTP dan KK Asli, serta menyerahkan Fotokopiannya. Pengurus juga wajib menyampaikan softcopy pas foto terbaru yang disimpan dalam CD sebagai kelengkapan surat  permintaan sertifikat elektronik.
  6. Seluruh persyaratan di atas disampaikan ke Petugas Khusus di Tempat Pelayanan Terpadu (TPT) di KPP tempat PKP dikukuhkan.
  7. Bagaimana jika PKP ingin menggunakan e-Faktur Pajak sebelum 1 Juli 2015? PKP dapat mengajukan permohonan ke KPP tempat PKP dikukuhkan.
  8. PKP yang telah ditunjuk sebagai PKP yang wajib menggunakan e-Faktur tidak diperkenankan lagi untuk membuat Faktur Pajak berbentuk kertas.
Apa Saja Keuntungan Menggunakan e-faktur Pajak?
  1. bagi penjual
  • tanda tangan basah digantikan tanda tangan elektronik,
  • e-Faktur Pajak tidak harus dicetak sehingga mengurangi biaya kertas, biaya cetak, dan biaya penyimpanan dokumen.
  • aplikasi e-Faktur Pajak juga membuat SPT masa PPN sehingga PKP tidak perlu lagi membuatnya.
  • PKP yang menggunakan e-Faktur Pajak juga dapat meminta nomor seri Faktur Pajak melalui situs pajak & tidak perlu lagi datang ke KPP.
  1. bagi Pembeli
  • terlindungi dari penyalahgunaan Faktur Pajakyang tidak sah, karena cetakan e-Faktur Pajakdilengkapi dengan pengaman berupa QR code. QR code menampilkan informasi tentang transaksi penyerahan : nilai DPP dan PPN dan lain-lain.
  • Informasi dalam QR code dapat dilihat menggunakan aplikasi QR code scanneryang terdapat dismartphone atau gadget lainnya.
  • Apabila Informasi yang terdapat dalam QR code tersebut berbeda dengan yang ada dalam cetakan e-Faktur Pajak maka Faktur Pajak tersebut tidak valid.
Demikian, penjelasan singkat tentang Faktur Pajak dan e-Faktur Pajak. Bila masih ada pertanyaan tentang e-Faktur Pajak, silakan komentar, atau menghubungi AR anda di KPP tempat PKP anda dikukuhkan atau hubungi Kring Pajak 500200.
Semoga bermanfaat!
contoh hasil cetakan e-faktur
efaktur2

Penghapusan Sanksi Bunga penagihan

Penghapusan Sanksi Bunga penagihan

Awal tahun 2015 ini ada kabar gembira untuk para wajib pajak yaitu penghapusan sanksi administrasi bunga penagihan. Seperti kita ketahui jika wajib pajak mempunyai hutang pajak maka wajib segera dilunasi sebelum tanggal jatuh tempo, jika melewati batas tempo pelunasan hutang pajak maka akan dikenakan sanksi berupa bunga penagihan sebesar 2% dari jumlah hutang pajaknya.
Dasar dari aturan ini adalah Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 29/PMK.03/2015 tanggal 13 Februari 2015 yang bisa anda dapatkan di akhir tulisan ini. Sanksi bunga penagihan yang bisa dihapuskan adalah yang terbit sebelum 1 januari 2015 dengan syarat pelunasan hutang pajak tersebut dilaksanakan sebelum 1 januari 2016.
penghapusan-sanksi-hutang-pajak
Didalam pasal 1 ayat 2 PMK tersebut dijelaskan “Utang Pajak adalah jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar pada saat jatuh tempo pelunasan sebagaimana tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, serta Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah.”
Contoh sederhananya , misal PT XZY telah diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar ( SKP KB) sebesar 50 juta, dan setelah sampai jatuh tempo pembayaran belum juga di lunasi ( jatuh tempo pelunasan SKP KB adalah 1 bulan setelah tanggal di terbitkan Surat ketetapan pajak tersebut) , maka wajib pajak dikenakan sanksi 2% X kurang bayar tersebut paling lama 24 bulan.
Jadi misal sampai 2 tahun  sejak diterbitkan SKPKB hutang pajak tersebut tidak dilunasi dan kemudian diterbitkan STP Bunga penagihan sebesar 2% x 24 x 50 juta = 24 juta. Nah, maka dengan berlakunya PMK ini maka bunga penagihan sebesar 24 juta tersebut bisa dimintakan penghapusan.
Dalam pasal 3 ayat 4 disebutkan Wajib Pajak Permohonan Penghapusan Sanksi Administrasi dapat diajukan paling banyak 2 (dua) kali, nah terus kalo ternyata wajib pajak mempunyai lebih dari dua STP bunga penagihan bagaimana caranya ya ? jangan khawatir didalam pasal 6 disebutkan bahwa jika Wajib Pajak telah mengajukan 2 (dua) kali permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi maka penghapusan sanksi administrasi bunga penagihan dapat dilakukan secara jabatan oleh Petugas di Kantor Pelayanan Pajak.
Jangan dilewatkan ya, kesempatan emas penghapusan sanksi, “pajak lunas tidur pulas” :)
Untuk lebih detail aturannya silahkan hubungi AR anda.

Kamis, 25 Juni 2015

MENGENAL SANKSI PAJAK


MENGENAL SANKSI PAJAK

Pengetahuan tentang sanksi dalam perpajakan menjadi penting karena pemerintah lndonesia memilih menerapkan self assessment system dalam rangka  pelaksanaan pemungutan pajak. Berdasarkan sistem ini, Wajib Pajak diberikan kepercayaan untuk menghitung menyetor, dan melaporkan pajaknya sendiri. Untuk dapat menjalankannya dengan baik, maka setiap Wajib Pajak memerlukan pengetahuan pajak, baik dari segi peraturan maupun teknis administrasinya. Agar pelaksanaannya dapat tertib dan sesuai dengan target yang diharapkan, pemerintah telah menyiapkan rambu-rambu yang diatur dalam UU Perpajakan yang berlaku.
Dari sudut pandang yuridis, pajak memang mengandung unsur pemaksaan. Artinya, jika kewaiiban perpajakan tidak dilaksanakan, maka ada konsekuensi hukum yang bisa terjadi. Konsekuensi hukum tersebut adalah pengenaan sanksi-sanksi perpajakan.
Pada hakikatnya, pengenaan sanksi perpajakan diberlakukan untuk menciptakan kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Itulah sebabnya, penting bagi Wajib pajak memahami sanksi-sanksi perpajakan sehingga mengetahui konsekuensi hukum dari apa yang dilakukan ataupun tidak dilakukan. Untuk dapat memberikan gambaran mengenai hal-hal apa saja yang perlu dihindari agar tidak dikenai sanksi perpajakan, di bawah ini akan diuraikan tentang jenis-jenis sanksi perpajakan dan perihal pengenaannya.
Ada 2 macam Sanksi perpajakan,

1.   Sanksi Administrasi yang terdiri dari:
a.   Sanksi Adrninistrasi Berupa Denda
Sanksi denda adalah jenis sanksi yang paling banyak ditemukan dalam UU perpajakan. Terkait besarannya denda dapat ditetapkan sebesar jumlah tertentu, persentase dari     jumlah tertentu, atau suatu angka perkalian dari jumlah tertentu.
Pada sejumlah pelanggaran, sanksi denda ini akan ditambah dengan sanksi pidana. Pelanggaran yang juga dikenai sanksi pidana ini adalah pelanggaran yang sifatnya alpa atau disengaja. Untuk mengetahui lebih laniut, dalam tabel 1 dimuat hal-hal yang dapat menyebabkan sanksi administrasi berupa denda, bentuk pengenaan denda, dan besarnya denda.
 b. Sanksi Aministrasi Berupa Bunga
Sanksi administrasi berupa bunga dikenakan atas pelanggaran yang menyebabkan utang pajak menjadi lebih besar. Jumlah bunga dihitung berdasarkan persentase tertentu dari suatu jumlah, mulai dari saat bunga itu menjadi hak/kewajiban sampai dengan saat diterima dibayarkan.
Terdapat beberapa perbedaan dalam menghitung bunga utang biasa dengan bunga utang paiak. Penghitungan bunga utang pada umumnya menerapkan bunga majemuk (bunga berbunga). Sementara, sanksi bunga dalam ketentuan pajak tidak dihitung berdasarkan bunga majemuk.
Besarnya bunga akan dihitung secara tetap dari pokok pajak yang tidak/kurang dibayar. Tetapi, dalam hal Waiib Paiak hanya membayar sebagian atau tidak membayar sanksi bunga yang terdapat dalam surat ketetapan pajak yang telah diterbitkan, maka sanksi bunga tersebut dapat ditagih kembali dengan disertai bunga lagi
Perbedaan lainnya dengan bunga utang pada umumnya adalah sanksi bunga dalam ketentuan perpajakan pada dasarnya dihitung 1 (satu) bulan penuh. Dengan kata lain, bagian dari bulan dihitung 1 (satu) bulan penuh atau tidak dihitung secara harian. Untuk mengetahui lebih ielas mengenai hal-hal yang dapat menyebabkan sanksi bunga dan penghitungan besarnya bunga dalam pajak, pembaca dapat melihat dalam tabel 2
 
c.   Sanksi Administrasi Berupa Kenaikan
Jika melihat bentuknya, bisa jadi sanksi administrasi berupa kenaikan adalah sanksi yang paling ditakuti oleh wajib Pajak. Hal ini karena bila dikenakan sanksi tersebut, jumlah pajak yang harus dibayar bisa menjadi berlipat ganda. Sanksi berupa kenaikan pada dasarnya dihitung dengan angka persentase tertentu dari jumlah pajak yang tidak kurang dibayar.
Jika dilihat dari penyebabnya, sanksi kenaikan biasanya dikenakan karena Wajib Pajak tidak memberikan informasi-informasi yang dibutuhkan dalam menghitung jumlah pajak terutang. Untuk lebih jelasnya, hal-hal yang dapat menyebabkan sanksi berupa kenaikan dan besarnya kenaikan dapat dilihat dalam tabel 3.
 
2.   Sanksi Pidana
Kita sering mendengar isilah sanksi pidana dalam peradilan umum. Dalam perpajakan pun dikenai adanya sanksi pidana. UU KUP menyatakan bahwa pada dasarnya, pengenaan sanksi pidana merupakan upaya terakhir untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak.
Namun, pemerintah masih memberikan keringanan dalam pemberlakuan sanksi pidana dalam pajak, yaitu bagi Wajib Pajak yang baru pertama kali melanggar ketentuan Pasal 38 UU KUB tidak dikenai sanksi pidana, tetapi dikenai sanksi administrasi. Pelanggaran Pasal 38 UU KUP adalah tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.
Hukum pidana diterapkan karena adanya tindak pelanggaran dan tindak kejahatan. Sehubungan dengan itu, di bidang perpajakan, tindak pelanggaran disebut dengan kealpaan, yaitu tidak sengaja, lalai, tidak hati-hati, atau kurang mengindahkan kewajiban pajak sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara. Sedangkan tindak kejahatan adalah tindakan dengan sengaja tidak mengindahkan kewajiban pajak sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.
Meski dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, tindak pidana di bidang perpajakan tidak dapat dituntut setelah jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terlampaui.Jangka waktu ini dihitung sejak saat terutangnya pajak, berakhirnya masa pajak, berakhirnya bagian tahun pajak, atau berakhirnya tahun pajak yang bersangkutan. Penetapan jangka waktu 10 (sepuluh) tahun ini disesuaikan dengan daluarsa penyimpanan dokumen-dokumen perpajakan yang dijadikan dasar penghitungan jumlah pajak yang terutang, yaitu selama 10 (sepuluh) tahun.
Dalam UU Perpajakan Indonesia, ketentuan mengenai sanksi pidana pada intinya diatur dalam Bab VIII UU KUP sebagai hukum pajak format. Namun, dalam UU Perpajakan lainnya, dapat juga diatur sanksi pidana. Sanksi pidana biasanya disertai dengan sanksi administrasi berupa denda, walaupun tidak selalu ada. Hal-hal yang dapat menyebabkan sanksi pidana dan bentuk sanksinya dapat juga dilihat pada tabel 1.
          Sumber : Indonesian Tax Review